Feature Top (Full Width)

Kamis, 28 November 2013

Tradisi Emas Pengetahuan Islam



Tradisi Emas Pengetahuan Islam

Resentator; A. A. Yassir

“Konsepsi intelektual Arab tentang dunia ini juga kadang disertai sejumlah bantuan praktis yang sangat berarti. Seorang penjelajah ternama berkebangsaan Portugis, Vasco da Gama, yang merampungkan perjalanan masyhurnya mengelilingi bagian Selatan Afrika, Tanjung Harapan, pada tahun 1497, pergi ke India dengan panduan sebuah peta Muslim dan bisa jadi nakhodanya juga seorang Muslim. Menurut catatan seorang rekan Portugis sezamannya, da Gama dan awak kapalnya melihat sekilat sebuah peta yang menggambarkan secara rinci keseluruhan garis pantai India, “lengkap dengan banyak garis bujur dan garis lintang yang ditulis dengan gaya bangsa Moor.” (Halaman 144-145)

Kalimat menggairahkan di atas adalah salah satu bukti yang dipaparkan oleh Jonathan Lyons, Peneliti di Global Terrorism Research Centre dalam buku yang berjudul The Great Bait Al-Hikmah; Kontribusi Islam dalam Peradaban Barat dengan merujuk sebuah buku tulisan Joao de Barron mengenai detail laporan perjalanan Vasco da Gama ke India. Sebagai seorang korespondensi yang telah 21 tahun lebih menulis untuk Reuters, pengakuan ini tentu menjadi bahan perbincangan menarik. Pembicaraan tradisi emas pengetahuan Islam yang dipaparkan oleh penulis muslim sudah begitu banyak. Buku ini menghadirkan sisi lain bagaimana ternyata tradisi barat pun seharusnya berterima kasih kepada ilmuwan-ilmuwan muslim. “Kehadiran sains dan filsafat Arab berhasil mengubah Barat yang terbelakang menjadi penguasa sains dan teknologi. (Halaman 5)”

Sebagai seorang muslim, mengacu pada perkembangan sains dan teknologi akhir-akhir ini, kita harus mengakui bahwa kiblat ilmu pengetahuan dan sains berada di sana, bukan lagi di sini. Sudah banyak tokoh cerdik cendikia yang diakui kapabilitasnya di tingkat dunia berasal dari daerah barat. Terlepas dari siapa yang memberi penilaian tentang keilmuan seorang ilmuwan, produk dan hasil penemuan mereka telah menjadi santapan masyarakat dunia. Pun kaum muslim yang sejatinya punya tokoh dan teladan yang menjadi inspirasi para ilmuwan-ilmuwan barat tersebut. Buku ini, hemat peresensi, bisa jadi sebagai cambuk pedas bila dianggap sentilan terhadap kemunduran ilmu pengetahuan kaum muslim. Namun, bisa jadi, buku ini sebagai “bahan bangga-banggaan” belaka terhadap tradisi intelektual muslim sembari tidak berusaha untuk mengikuti jejak mereka tapi tetap nyaman di posisi sebagai penikmat jasa para pendahulu saja.

Terdiri dari 359 halaman, buku ini terbagi menjadi lima bagian runtut yang diperkenalkan terlebih dahulu oleh penulisnya yang membidangi sosiologi agama di Monash University, Melbourne, Australia. Dimulai dengan matahari terbenam (al-Maghrib) sebagai pertanda dimulainya waktu di timur tengah, buku ini dilanjutkan dengan senjakala (Isya) yang menggambarkan zaman krisis pertengahan dalam dunia barat. Buku ini kemudian menceritakan fajar (al-Fajr) yaitu zaman keemasan pembelajaran Arab sekaligus bagaimana masyarakat barat berusaha untuk mengikutinya, yang selanjutnya disambung dengan kejayaan timur tengah dalam bagian tengah hari (al-Zuhur) dan bagaimana pula kaum Barat sedikit demi sedikit memanfaatkan titisan dan kontribusi pengetahuan Islam di daerah mereka. Buku ini ditutup dengan warna-warni sore hari (al-Asr) sebagai penanda akhir Zaman Iman di barat, yang dibangun berkat inspirasi dan kontribusi besar dari peradaban muslim, dan kemenangan akal yang sepertinya masih berlangsung sampai sekarang tanpa dapat dibendung.

Seperti karya-karya terjemahan lainnya, buku berjudul asli The House of Wisdom; How the Arabs Transformed Western yang diterbitkan versi Indonesianya oleh Noura Books (PT. Mizan Publika) masih terkendala perihal kaku dan kemiskinan kata-kata bahasa Indonesia untuk mewakili teks aslinya. Meski demikian, sebagai karya tulis genre sejarah, buku ini tentu saja sudah dapat menjadi salah satu puzzle sejarah yang melengkapi keberadaan puzzle-puzzle lainnya sehingga menyusun runut cerita masa lalu dalam pikiran para pembaca-pembaca buku sejarah.

Dengan demikian, sebagai penutup, tentu saja buku ini harus dibaca bila kita mengacu pada kalimat mendorong seperti; tidak ada buku yang bagus dan tidak bagus, melainkan buku yang sudah dibaca atau belum dibaca. Dengan begitu, bagi yang mengamini apa yang ada di setiap halamannya, boleh jadi menjadikannya pegangan tradisi dan sejarah. Sebaliknya, bagi mereka yang kontra terhadap isinya, buku ini dapat dijadikan perbandingan terhadap apa yang mereka yakini. Selamat menikmati alur sejarah tradisi emas pengetahuan Islam lewat pembahasan ruang kebijaksanaan (bait al-Hikmah).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed by Liza Burhan