Feature Top (Full Width)

Rabu, 20 November 2013

Al-Qur’an Sebagai Sumber Peradaban Islam



Al-Qur’an Sebagai Sumber Peradaban Islam

H. Qosim Nurseha, Lc., MA

(Pengajar Tafsir di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Penulis buku Inspiring Al-Qur’an)

“Al-Qur’an adalah Kitab yang mengutamakan amal daripada cita-cita”
―Muhammad Iqbal[1]

Al-Qur’an merupakan sumber otentik bagi peradaban Islam (al-tamaddun al-islāmī) di samping Sunnah Rasulillah Saw. Karena Al-Qur’an diyakini sebagai sumber petunjuk (hidāyah) bagi manusia ke arah kehidupan yang terbaik selama di dunia hingga akhirat kelak.[2] Tentang ini, Helmut Gatje menyatakan dengan sangat lugas, “The collection of divine revelations in the Qur’ān serves Muslim as the primary source for their religious doctrines.”[3] Dalam bahasa Sayyid Quṭb, Islam itu adalah manhaj li al-basyar (petunjuk pandangan hidup bagi manusia).[4]

Artinya, Al-Qur’an menjadi “inspirasi” apapun bagi umat Islam, terutama dalam hal berkemajuan dan berperadaban. Karena ia merupakan sumber utama (primary source) bagi ajaran Islam. Namun tentunya akan muncul sebuah pertanyaan: Jika Al-Qur’an menjadi “inspirasi” bagi peradaban Islam, sisi mananya yang menjadi bukti kuat bahwa ia benar-benar menjadi dasar untuk itu?
  
Sejak turunnya wahyu pertama, Iqra’, Allah sejatinya telah menegaskan bahwa Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Itu sebabnya sejak awal turunnya wahyu kepada Rasulillah Saw. Allah telah menyebutkan media ilmu pengetahuan yang paling ampun: membaca. Setelah membaca kemudian Allah menyebutkan kata ‘ilmu’ dan pena (al-qalam).[5]


Dr. Yūsuf al-Qaraḍāwī menyebutkan bahwa Qs. 96: 1-5 di atas “mewahyukan” akan keutamaan Islam di atas perkara lainnya. Segala urusan harus dimulai dengan ilmu dan amal harus dibuka dengan ilmu. Di dalam Firman-Nya itu pula Allah Swt. menyebutkan perintah membaca (Iqra’) sebanyak dua kali: Iqra’ bismirabbika dan Iqra’ wa Rabbuka al-akram. Ini menegaskan bahwa membaca (al-qirā’ah) merupakan “pintu” dan “kunci” ilmu.

Setelah perintah membaca itu, wahyu yang kemudian turun adalah perintah untuk beramal (bekerja dan beraktivitas) dalam surah al-Muddatstsir.[6] Amal atau aktivitas dalam surah ini menyangkut: (1) dengan manusia (qum fa’andir); (2) dengan Tuhan (wa Rabbaka fakabbir); dan (3) dengan diri sendiri (wa tsiyābaka faṭahhir). Selain itu, aktivitas (amal) itu juga bisa berkaitan dengan sikap melakukan sesuatu – seperti tiga hal tersebut di atas – atau meninggalkan hal itu, seperti: wa al-rujza fahjur (dan maksiat tinggalkanlah) dan walā tamnun tastaktsir (janganlah engkau memberi agar mendapat balasan lebih besar). Kemudian puncak dari itu semua adalah sabar (al-ṣabr) karena Allah: wa li Rabbika faṣbir.

Dari sana kita menjadi paham bahwa ilmu didahulukan daripada amal. Karena ilmu lah yang dapat memperbaiki amal dan memberi petunjuk kepada syarat-syarat amal dan rukun-rukunnya.[7]
     
Menurut Syekh ‘Abd al-Ḥalīm Maḥmūd, salah seorang mantan Grand Sheikh Al-Azhar University, materi pertama dari undang-undang Islam adalah Iqra’. Ini merupakan perintah membaca yang merupakan media terpenting untuk mendulang ilmu pengetahuan. Jadi, sejak awal kelahirannya Islam sudah membawa identitas ilmu.[8]

Ayat-ayat yang ada dalam Qs. 96: 1-5 menyebutkan beberapa hal penting: perintah membaca sebanyak dua kali dan menyebut materi ilmu sebanyak tiga kali. Ayat-ayat yang turun setelah itu dimulai dengan salah satu huruf Hijā’iyyah, yaitu ((ن)), yang mengandung sumpah Allah yang pertama yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dan sumpah itu “atas nama pena”: ن. وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ (Nūn. Demi pena dan apa yang mereka tulis).[9] Setelah itu, secara berturut-turut turun ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang keutamaan ilmu, perintah untuk menuntut ilmu (al-ta‘allum), dan pemuliaan terhadap para ulamā’. Bahkan Allah Swt. memerintahkan Rasulallah Saw. agar menghadap Allah dengan penuh ketundukan hati dan memohon kepada-Nya agar ditambahi ilmu pengetahuan.[10]

Menegaskan kembali rahasia yang terkandung dalam Qs. 96: 1-5, al-Syahīd Sayyid Quṭb dalam Fī Ẓilāl al-Qur’ān menyebutkan bahwa Firman Allah ini menerangkan hakikat pengajaran (al-ta‘līm): pengajaran sang Rabb kepada manusia yang dilakukan dengan “pena”. Karena pena merupakan alat yang paling luas dan paling dalam pengaruhnya dalam pengajaran di dalam kehidupan manusia. Allah di sini tengah mengajarkan “harga” sebuah pena. Dan hakikat ini Dia tunjukkan di langkah pertama dari perjalanan risālah terakhir (Islam) kepada manusia. Diturunkan pula hakikat ini di awal surah Al-Qur’an, padahal Rasulullah Saw. yang menerima dan membawa wahyu itu sosok bukan penulis yang terbiasa menggunakan pena.[11]

Bagi manusia Muslim, Firman Allah dalam Qs. 96: 1-5 menyimpan peringatan penting bahwa dia – sebagai manusia – telah dikeluarkan oleh Allah dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah memberinya pendengaran (al-sam‘), penglihatan (al-baṣar), dan hati (al-fu’ād). Kemudian dimudahkanlah baginya jalan untuk menggapai ilmu. Ia diajarkan Al-Qur’an, diajarkan al-ḥikmah (kebijaksanaan), dan diajarkan ilmu melalui pena, yang dengannya ilmu dijaga….[12]

Memang, kata Dr. al-Sirjānī, Al-Qur’an – disamping juga ada Sunnah Nabi Saw. – merupakan sumber otentik paling penting bagi peradaban Islam. Karena ia merupakan undang-undang masyarakat Islam. Ia hadir dengan membawa berbagai penjelasan bagi perkara kecil maupun besar untuk ditawarkan kepada manusia. Di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan bagi kemanusiaan. Diturunkan oleh Allah untuk mengukuhkan perjalanan kehidupan manusia. Di dalamnya tersimpan rahasia peradaban Islam dan keagungannya, karena memang ia Kitab yang menyeru manusia kepada kehidupan terbaik (yahdī lillatiī hiya aqwam), yaitu: jalan yang paling utama, paling baik, dan paling benar. Karena jalan-jalan yang lain berada di bawah keutamaannya. Dia juga merupakan kitab yang tidak dirusak oleh kebatilan yang datang kepadanya, baik dari arah depan maupun arah belakangnya.[13] Jadi, Al-Qur’an benar-benar Kitab yang baik bagi manusia: dari sisi spiritualitas (al-rūḥiyyah), rasionalitas (al-‘aqliyyah), sosial (al-ijtimā‘iyyah), saintifik atau ilmiah (al-‘ilmiyyah), pemikiran (al-fikriyyah), ekonomi (al-iqtiṣādiyyah), budaya (al-tsaqāfiyyah), militer (al-‘askariyyah). Dan di dalam ajaran-ajaran yang dikandungnya tersimpan kebahagiaan bagi manusia.[14]

Ringkasnya, Al-Qur’an menyimpan selaksa “inspirasi” alias ilhām untuk kemajuan manusia, khusus umat Islam. Sehingga ia harus benar-benar dijadikan sebagai sumber otentik dan fundamental bagi kemajuan dan peradaban Islam.



[1] Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (The Reconstruction of Religious Thought in Islam), Terj. Osman Raliby (Jakarta: Bulan Bintang, cet. III, 1983), hlm. 29. Buku fenomenal karya Iqbal ini – dalam bentuk terjemahnya oleh Osman Raliby – terbit pertama kali tahun 1966. Dan cetakan keduanya terbit pada 1978.
[2] Cermati, Qs. al-Isrā’ [17]: 9.
[3] Helmut Gatje, The Qur’ān and Its Exegesis: Selected Texts with Classical and Modern Muslim Interpretations, Translated and edited by Alford T. Welch (Berkeley and Los Angeles: University of California Press, 1976), hlm. 16.
[4] Sayyid Quṭb, Hādzā al-Dīn (Kairo: Dār al-Syurūq, ), hlm.
[5] Hayati, Qs. al-‘Alaq [96]: 1-5.
[6] Lihat, Qs. al-Muddatstsir [74]: 1-7.
[7] Dr. Yūsuf al-Qaraḍāwī, al-Ḥayāt al-Rabbāniyyah wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah Wahbah, cet. I, 1416 H/1995 M), hlm. 69-70.
[8] Syekh Dr. ‘Abd al-Ḥalīm Maḥmūd, Al-Qur’ān wa al-Nabiyy (Kairo: Dār al-Ma‘ārif, cet. II, 1990), hlm. 141.
[9] Lihat, Qs. al-Qalam [68]: 1.
[10] Cermati, Qs. Ṭāhā [20]: 114. Lihat, Syekh ‘Abd al-Ḥalīm Maḥmūd, Al-Qur’ān wa Al-Nabiyy, hlm. 141-142.
[11] Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl Al-Qur’ān, Jilid VI (Kairo: Dār al-Syurūq, cet. I [Resmi], 1972), hlm. 3939.
[12] Syekh ‘Abd al-Raḥmān Nāṣir al-Sa‘dī, Taisīr al-Karīm al-Raḥmān fī Tafsīr Kalām al-Mannān (Beirut-Lebanon: Mu’assasah al-Risālah, cet. I, 1422 H/2001 M), hlm. 930.
[13] Cermati, Qs. Fuṣṣilat [41]: 42.
[14] Dr. Rāghib al-Sirjānī, Mādzā Qaddama al-Muslimūn li al-‘Ālam: Ishāmāt al-Muslimīn fī al-Ḥaḍārah al-Insāniyyah, Jilid I (Kairo: Mu’assasah Iqra’, cet. V, 1431 H/2010 M), hlm. 38.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed by Liza Burhan